01 Desember 2022 – 16:43 WIB
Di Indonesia banyak gereja yang memiliki arsitektur unik, tak sedikit pula yang bergaya bangunan-bangunan di Eropa.
Penulis: Mahareta Iqb – Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Berbagai tempat wisata religi dapat ditemukan di Indonesia. Tiap-tiap pemeluk agama biasanya mengunjungi destinasi wisata religi dalam rangka ibadah sekaligus berwisata. Bagi umat Kristiani, berkunjung ke gereja tentunya menjadi hal yang wajib dan tak boleh dilewatkan demi menjalankan ibadah.
Setiap gereja juga memiliki arsitektur yang berbeda-beda. Melalui ciri khas, pengaruh, pola desain dan gaya arsitektur, tak heran banyak gereja yang menghadirkan arsitektur unik, hingga seiring berjalannya waktu menjelma menjadi destinasi wisata religi.
Nah, berikut beberapa gereja berarsitektur unik di Indonesia yang bisa kalian jadikan sebagai bagian dari referensi perjalanan wisata religi kalian yang dilansir dari berbagai sumber:
Gereja Katedral, Jakarta
Salah satu gereja berarsitektur unik di Indonesia yang cukup populer adalah Gereja Katedral yang ada di Jakarta. Gereja ini bisa kalian kunjungi di Jalan Katedral No 7B, Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Gereja Katedral Jakarta memiliki nama resmi Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga. Gereja Katedral diresmikan pada tahun 1901. Saat kalian berkunjung ke gereja ini, kalian akan dimanjakan oleh arsitektur bangunannya yang unik.
Seperti halnya Katedral di Eropa, Gereja Katedral di Jakarta memiliki tiga menara dengan desain yang berbeda-beda pada tiap menaranya. Dua menara memiliki tinggi sekitar 60 meter yang berada di bagian depan.
Bagian kanan disebut Menara Gading yang melambangkan kemurnian perawan Maria dan bagian kiri disebut Benteng Daud yang mewakili kekuatan raja dalam melindungi rakyatnya. Menara ketiga berdiri setinggi 45 meter yang terletak di atas altar utama gereja yang diberi nama Angelus Dei atau Malaikat Allah.
Di Eropa, struktur Neo-Gotik biasanya dibuat dari batu. Di Jakarta, Dijkman, seorang imam Yesuit yang merancang Gereja Katedral memanfaatkan kemampuan pengrajin lokal dengan menggunakan batu bata 20 x 40 cm dengan kayu dan sirap untuk atap yang kemudian diubah menjadi tembaga untuk menghindari kebocoran. Konstruksinya dibuat dari batu bata tebal dengan plester dan berpola seperti batu alam yang tersusun.
Saat berkunjung ke Jakarta, tidak ada salahnya untuk menyempatkan mampir ke Gereja Katedral yang lokasinya juga berdekatan dengan Masjid Istiqlal.
Suasana Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus yang dibangun sejak 1905 di Malang, Jawa Timur. Shutterstock/Daniel_Ferryanto
Gereja Hati Kudus Yesus, Malang
Malang memang terkenal memiliki nuansa heritage yang tercipta dari banyaknya bangunan ala tempo dulu yang bercokol di sana. Salah satunya adalah bangunan peribadatan umat Katolik, yaitu Gereja Hati Kudus Yesus atau disebut juga dengan Gereja Kayu Tangan.
Kalian dapat mendatangi gereja berarsitektur unik di Indonesia ini saat berkunjung ke Malang. Gereja Hati Kudus Yesus didirikan berkat kemurahan hati monseigneur Edmundus Sybrandus Luypen yang merupakan seorang Vikaris Apostolik Batavia. Gereja ini kemudian dirancang oleh Marius J. Hulswit, arsitek terkenal Hindia Belanda pada tahun 1905.
Sampai saat ini, Gereja Hati Kudus Yesus masih berdiri kokoh dan menjulang. Sejak awal didirikan hingga saat ini bangunan gereja tersebut tidak mengalami perubahan. Bentuk bangunan dan gaya arsitekturnya tetap sama seperti awal berdirinya.
Interior gereja yang indah akan membuat kalian betah untuk mengikuti berbagai Misa, terlebih Misa hari Minggu. Gereja satu ini dibangun dengan gayaNeo-Gotikdan sistem vault yang memiliki menara dengan bentuk kerucut dan tinggi menjulang.
Bagian kaca juga tampak indah dengan desain menarik yang ditawarkan. Menurut beberapa sumber, adanya lengkungan meruncing pada gereja ini juga dipengaruhi oleh unsur seni arsitektur Islam.
Suasana Gereja Merah yang menjadi salah satu landmark di Kota Kediri, Jawa Timur. Shutterstock/queen bee.octa
Gereja Merah, Kediri
Beberapa dari kalian, khususnya umat Kristiani tentu sudah tidak asing lagi dengan Gereja Merah yang berada di Kediri. Gereja Merah atau Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel yang terletak di Jalan KDP Slamet No. 43, Kediri ini bukanlah sekadar tempat ibadah, tetapi juga sudah menjadi cagar budaya nasional.
Sesuai dengan namanya, Gereja Merah didominasi dengan warna merah yang khas. Gereja Merah yang dibangun pada tanggal 21 Desember 1904 ini mulanya memiliki warna putih. Namun, pada tahun 1969 warnanya diganti merah dan dipertahankan sampai saat ini.
Perubahan warna tersebut sama sekali tidak mengubah bangunan gereja yang dibangun oleh JA Broers, pendeta asal Belanda yang diutus mengajarkan agama Kristen Protestan di Kota Kediri. Pada tahun 1948, gereja ini diserahkan oleh pemerintah Belanda kepada pengurus gereja asli pribumi.
Selain benda-benda kuno yang merupakan peninggalan pengurus gereja masa lampau, terdapat juga aset bersejarah yang dimuliakan hingga kini di Gereja Merah, yaitu Alkitab berbahasa Belanda yang ditulis pada September 1867.
Alkitab ini bahkan berusia lebih tua daripada bangunan gereja. Karena itulah, Alkitab tersebut disimpan dalam kotak kaca dan tak bisa disentuh oleh jemaat. Beberapa bagiannya juga sudah robek dimakan usia.
Suasana Gereja Kepanjen yang merupakan salah satu gereja tertua di Surabaya. Shutterstock/mumun96
Gereja Kepanjen, Surabaya
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria atau biasa dikenal dengan Gereja Kepanjen, merupakan bangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Surabaya sebagai aset cagar budaya.
Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1899 oleh Pastor Van Santen SJ. Konsep bangunan dikerjakan oleh seorang arsitek Semarang bernama W. Westmaas. Gereja ini juga dibangun dengan gaya Neo-Gotik, yaitu gaya arsitektur Eropa dengan ciri khas ruang berbentuk busur.
Kolom dan kuda-kudanya menjadi satu. Atap-atapnya membentuk kubah disertai pilar-pilar tinggi. Jika dilihat dari atas, bangunan ini berbentuk seperti salib.
Pada tanggal 5 Agustus 1900, gereja ini resmi berdiri dan diberkati oleh monseigneur Edmundus Sybrandus Luypen. Gereja tersebut awalnya diberi nama Onze Lieve Vrouw Geboorte Kerk. Namun pada 1945, kemegahan gereja itu hancur karena terbakar. Penyebab kebakaran tak diketahui pasti. Atap gereja hancur dan keindahan ukiran-ukiran kaca yang pernah menghiasi dinding gereja tidak ada lagi.
Pada tahun 1950, gereja itu direnovasi secara besar-besaran oleh Romo Bastiaansen. Struktur bangunan dibiarkan tak berubah, hanya saja kaca-kacanya polos, tidak lagi berukir. Bangku-bangku yang digunakan untuk beribadah yang semula berukir pun dibuat polos.
Di tahun 1950 itu pula, nama Onze Lieve Vrouw Geboorte Kerk berganti menjadi Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria atau kepanjen. Beberapa ornamen dan desain kaca lubang pencahayaan berubah. Menara kecil di bagian depan ditiadakan. Bentuk menara sekarang yang ada di Gereja Kepanjen merupakan hasil renovasi pada tahun 1996.
Keunikan gaya bangunan gereja ini kerap menjadi tujuan wisatawan saat berkunjung ke Kota Pahlawan. Pasangan muda-mudi yang sedang melangsungkan acara pernikahan sering terlihat di gereja tua ini. Di acara Valentine Day, misalnya, pasangan yang sedang menjalin kisah kasih juga sering merayakannya di sini.
Gereja Kepanjen menawarkan arsitektur keren dengan desain yang instagramable. Tidak heran jika Gereja Kepanjen kerap dipilih sebagai lokasi foto shoot.
Suasana GPIB Immanuel Semarang (Gereja Blenduk) di Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. Shutterstock/Adi Wijayanto
Gereja Blenduk, Semarang
Gereja Blenduk menjadi salah satu gereja berarsitektur unik yang berlokasi di Semarang. Gereja Blenduk merupakan salah satu landmark di Kota Lama. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dengan bentuknya yang lebih menonjol.
Secara vertikal, bangunan gereja yang sekarang terbagi atas tiga bagian dengan dua lantai. Gereja ini masih dipergunakan untuk peribadatan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda seperti Gedung Marba. Bangunan kuno ini juga sering menjadi salah satu tempat untuk foto foto prewed.
Pemberian nama Gereja Blenduk merunut pada bentuk kubahnya yang dalam bahasa Jawa disebut “blenduk” atau menggembung. Sampai sekarang, nama asli dari gereja ini masih belum diketahui. Gereja Blenduk memiliki beberapa fase renovasi yang pernah dilalui hingga sekarang dan dipaparkan sebagai berikut;
Fase Pertama: Gereja Blenduk pertama kali dibangun pada tahun 1740. Namun baru tahun 1753, Gereja Blenduk difungsikan untuk pelayanan. Pada mulanya, Gereja Blenduk memiliki arsitektur rumah panggung khas Jawa, begitupun dengan konsep pembangunan atapnya.
Fase Kedua: Fase kedua Gereja Blenduk, tepatnya di tahun 1787. Pada fase ini, yang tadinya arsitektur Gereja Blenduk berupa rumah panggung Jawa, pada tahun tersebut dirombak total.
Fase Ketiga: Fase ketiga Gereja Blenduk yaitu pada tahun 1894. Pada tahun inilah menjadi awal berdirinya dua menara yang ada di Gereja Blenduk.
Fase Keempat:.Pada masa penjajahan tentara Jepang, Gereja Blenduk beralih fungsi dan kegunaan dari yang semula sebagai tempat beribadah, menjadi gudang penyimpanan senjata.
Fase Kelima: Pada tahun 1948, Gereja Blenduk beralih pelayanannya menjadi di bawah GPIB Immanuel.
Setiap renovasi dari fase-fase tersebut diabadikan lewat tulisan di atas batu marmer yang terpasang di bawah altar Gereja Blenduk. Renovasi-renovasi tersebut sama sekali tidak mengubah ciri khas bangunan yang mengadopsi gaya arsitektur Eropa klasik yang anggun dan aristokrat.
Gereja Blenduk memiliki denah oktagonal atau segi delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat di bawah kubah. Di bagian atas gereja, tepatnya di balkon, masih terlihat orgel peninggalan zaman Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Sayangnya, orgel ini sudah tidak bisa difungsikan lagi sebagai pengiring saat jemaah gereja bernyanyi.
sumber: https://validnews.id/kultura/menyambangi-gereja-gereja-megah-berarsitektur-eropa
Views: 4